Komunikasi dalam pelayanan dan asuhan keperawatan adalah hal yang paling esensial. Komunikasi menjadi alat kerja utama bagi perawat dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik. Maka dari itu maimelajah.com akan membahas mengenai Dasar – Dasar Komunikasi Terapeutik. Dimana bagi seorang perawat, hal ini cukup beralasan karena perawat selalu bersama dan berinteraksi dengan pasien selama 24 jam secara terus-menerus dan berkesinambungan mulai awal kontak sampai akhir. Pengetahuan dan penerapan tentang dasar-dasar komunikasi terapeutik dalam keperawatan ini sangat penting. Komunikasi dalam praktik keperawatan dapat menjadi elemen terapi. Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik akan mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien dan memberikan kepuasan serta meningkatkan citra profesi keperawatan.

1. Definisi Komunikasi Terapeutik

Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sunden, 1987: 103), sedangkan Indrawati (2003) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal dengan fokus adanya saling pengertian antarperawat dengan pasien. Komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan pasien sehingga dapat dikategorikan dalam komunikasi pribadi antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003).

Berdasarkan paparan tersebut, secara ringkas definisi komunikasi terapeutik sebagai berikut. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai kesembuhan klien.

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Berdasarkan definisi komunikasi terapeutik, berikut ini tujuan dari komunikasi terapeutik.

  1. Membantu  mengatasi  masalah klien untuk      mengurangi beban perasaan dan pikiran.
  2. Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien.
  3. Memperbaiki pengalaman emosional klien.
  4. Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Apabila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa.

3. Kegunaan Komunikasi Terapeutik

  1. Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
  2. Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
  3. Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
  4. Sebagai tolok ukur kepuasan pasien.
  5. Sebagai tolok ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

4. Komunikasi sbg Elemen Terapi

Apakah Anda mengetahui bahwa komunikasi yang kita lakukan sebagai perawat dapat memberikan efek terapi (efek penyembuhan) bagi klien?Komunikasi sebagai elemen terapi mempunyai makna bahwa komunikasi yang dilakukan oleh perawat adalah mempunyai tujuan terapi atau memberikan efek penyembuhan buat klien. Komunikasi adalah salah satu alat yang paling esensial bagi perawat. Dengan komunikasi (verbal ataupun nonverbal), perawat dapat memberikan kesembuhan buat klien. Senyum perawat, kesabaran, kelembutan, kata-kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang disampaikan dengan jelas dapat mempengaruhi perilaku klien untuk berbuat lebih baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatannya.

Pernahkah Anda melihat seorang perawat jiwa melakukan komunikasi dengan pasien untuk mengubah atau memperbaiki perilakunya yang menyimpang? Lakukanlah pengamatan pada perawat jiwa yang sedang berinteraksi dengan pasien!

Komunikasi sebagai elemen terapi sangat nyata sekali dilakukan dalam perawatan pada pasien yang mengalami masalah psikososial atau mengalami gangguan jiwa. Untuk mengubah dan membantu proses adaptasi pasien gangguan jiwa, satu-satunya alat kerja yang efektif untuk mencapai kesembuhan pasien adalah komunikasi yang dilakukan perawat. Komunikasi yang dilakukan perawat, baik verbal maupun nonverbal, dapat memberikan kesembuhan buat klien.

5. Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial

Komunikasi terapeutik berbeda secara spesifik dengan komunikasi sosial. Komunikasi terapeutik dalam konteks hubungan saling membantu (the helping relationship) menurut Taylor, Lillis, dan LeMone (1989) adalah hubungan saling membantu antara perawat-klien yang berfokus pada hubungan untuk memberikan bantuan yang dilakukan oleh perawat kepada klien yang membutuhkan pencapaian tujuan. Dalam hubungan saling membantu ini, perawat berperan sebagai orang yang membantu dan klien adalah orang yang dibantu, sedangkan sifat hubungan adalah hubungan timbal balik dalam rangka mencapai tujuan klien.

Tujuan hubungan saling membantu (helping relationship), menurut Taylor, Lillis, dan LeMone (1989), adalah memenuhi kebutuhan klien dan meningkatkan kemandirian, perasaan berharga, dan kesejahteraan. Sementara itu, Stuart dan Laraia (1998) mengidentifikasi tujuan helping relationship sebagai berikut

  1. Memperoleh realisasi diri (self realization), penerimaan diri (self acceptance), dan meningkatkan tanggung jawab diri (self respect).
  2. Memperjelas identitas personal (personal identity) dan meningkatkan integritas personal (personal integration).
  3. Meningkatkan keintiman (intimate), saling ketergantungan (interdependent), serta hubungan interpersonal (interpersonal relationship) dengan kemampuan memberi dan menerima penuh kasih sayang.
  4. Meningkatkan fungsi kehidupan dan kepuasan serta pencapaian tujuan personal secara realistis.

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa hubungan terapeutik berbeda dengan hubungan sosial. Komunikasi terapeutik juga berbeda dengan komunikasi sosial. Tabel di bawah ini menjelaskan perbedaan tersebut.

Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial
Perbedaan Komunikasi Terapeutik dan Komunikasi Sosial

6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi Terapeutik

Berhasilnya pencapaian tujuan dari suatu komunikasi sangat tergantung dari faktor-faktor memengaruhi sebagai berikut.

Spesifikasi tujuan komunikasi

Komunikasi akan berhasil jika tujuan telah direncanakan dengan jelas. Misalnya, tujuan komunikasi adalah mengubah perilaku klien, maka komunikasi diarahkan untuk mengubah perilaku dari yang malaadaptif ke adaptif.

Lingkungan nyaman

Maksud lingkungan nyaman adalah lingkungan yang kondusif untuk terjalinnya hubungan dan komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat. Lingkungan yang tenang/tidak gaduh atau lingkungan yang sejuk/tidak panas adalah lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi. Lingkungan yang dapat melindungi privasi akan memungkinkan komunikan dan komunikator saling terbuka dan bebas untuk mencapai tujuan.

Privasi (terpeliharanya privasi kedua belah pihak)

Kemampuan komunikator dan komunikan untuk menyimpan privasi masing- masing lawan bicara serta dapat menumbuhkan hubungan saling percaya yang menjadi kunci efektivitas komunikasi.

Percaya diri

Kepercayaan diri masing-masing komunikator dan komunikan dalam komunikasi dapat menstimulasi keberanian untuk menyampaikan pendapat sehingga komunikasi efektif.

Berfokus kepada klien

Komunikasi terapeutik dapat mencapai tujuan jika komunikasi diarahkan dan berfokus pada apa yang dibutuhkan klien. Segala upaya yang dilakukan perawat adalah memenuhi kebutuhan klien.

Stimulus yang optimal

Stimulus yang optimal adalah penggunaan dan pemilihan komunikasi yang tepat sebagai stimulus untuk tercapainya komunikasi terapeutik.

Mempertahankan jarak personal

Jarak komunikasi yang nyaman untuk terjalinnya komunikasi yang efektif harus diperhatikan perawat. Jarak untuk terjalinnya komunikasi terapeutik adalah satu lengan (± 40 cm). Jarak komunikasi ini berbeda-beda tergantung pada keyakinan (agama), budaya, dan strata sosial.

7. Penggunaan Diri secara Terapeutik dan Analisis diri Perawat

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, diri perawat adalah alat yang terapeutik untuk penyembuhan klien. Sebagai alat, perawat harus mampu menggunakan dirinya secara terapeutik. Cara menggunakan diri secara terapeutik  (bagi perawat), yaitu mengembangkan kesadaran diri (developing self awareness), mengembangkan kepercayaan (developing trust), menghindari pengulangan (avoiding stereotypes), dan tidak menghakimi (becoming nonjudgmental) (Chitty, 1997).

Sebagai seorang perawat, Anda harus selalu meningkatkan kualitas diri supaya terapeutik untuk diri sendiri dan orang lain dengan menganalisis diri. Cara melakukan analisis diri adalah melakukan evaluasi kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri, mengklarifikasi nilai, mengeksplorasi perasaan, perawat sebagai role model, mengutamakan kepentingan orang lain, bersikap etis, dan bertanggung jawab. Berikut uraian masing-masing cara menganalisis diri perawat.

Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri

Cara meningkatkan kesadaran diri dapat menggunakan johary window yang terdiri atas empat kuadran dan menggambarkan kualitas diri seperti pada Gambar 1.3. Ada dua aspek self yang harus dilakukan perawat, yaitu kesadaran diri dan pengungkapan diri.

Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri
Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri

Perawat dapat menggunakan joharry window untuk meningkatkan kesadaran diri mereka seperti pada Gambar 1.3 berikut.

Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri
Kesadaran diri (self awareness) dan pengungkapan diri

Quadrant I

Disebut daerah terbuka (diketahui oleh diri sendiri dan orang lain) Daerah ini berisikan semua informasi diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain yang diketahui oleh diri sendiri ataupun orang lain. Besarnya daerah terbuka berbeda-beda untuk tiap-tiap orang. Semakin luas daerah terbuka semakin tinggi kesadaran diri kita dan berarti semakin baik komunikasi kita. Sebaliknya, semakin sempit daerah terbuka semakin rendah kesadaran diri kita dan berarti semakin buruk komunikasi kita.

Quadrant II

Disebut daerah buta (hanya diketahui oleh orang lain). Daerah ini berisikan semua informasi diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain yang hanya diketahui orang lain dan kita sendiri tidak mengetahuinya. Bentuk perilaku dalam diagram ini sebagian besar adalah perilaku yang tidak kita sadari atau pengalaman terpendam yang muncul dan teramati oleh orang lain. Setiap orang harus berusaha mengurangi daerah buta ini supaya dapat memperluas kesadaran dirinya dan supaya komunikasinya baik.

Quadrant III

Disebut daerah tertutup/rahasia (hanya diketahui oleh diri sendiri) Daerah   ini   berisikan semua  informasi             diri kita, perilaku, sikap, perbuatan, keinginan, motivasi, gagasan, dan lain-lain yang hanya diketahui kita sendiri, sedangkan orang lain tidak mengetahuinya. Individu cenderung menyimpan atau merahasiakan segala sesuatu yang ada pada dirinya dan tidak terbuka pada orang lain. Mereka terlalu tertutup dan tidak mengomunikasikan apa yang dia ketahui kepada orang lain.

Quadrant IV

Disebut daerah gelap/tidak dikenal (tidak diketahui, baik oleh diri maupun orang lain). Daerah ini berisikan hal-hal yang tidak diketahui, baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Daerah gelap ini bisa kita buka dengan cara mengenal dan mengamati apa yang ada pada diri dan sekitar kita, melalui interaksi terbuka, jujur, empati, dan saling percaya. Kita harus mempelajari hal- hal yang belum kita ketahui ataupun belum diketahui oleh orang lain.

DeVito (1997) menjelaskan bahwa untuk meningkat kesadaran diri dapat dilakukan dengan cara berikut.

  1. Dialog dengan diri sendiri, melakukan komunikasi intrapersonal dengan diri sendiri untuk mengenal aspek-aspek diri.
  2. Mendengarkan pendapat orang lain tentang diri kita.
  3. Mengurangi daerah buta dengan terus belajar dari lingkungan sekitar kita.
  4. Amatilah diri Anda dari pandangan yang berbeda/dari sumber yang berbeda.
  5. Memperluas daerah terbuka dengan terus-menerus menjalin komunikasi dan interaksi dengan orang lain.

Selain menggunakan joharry window untuk meningkatkan kesadaran diri, DeVito (1998) menjelaskan bahwa perawat juga dapat melakukan pengungkapan dirinya. Dengan cara ini, perawat dilatih untuk jujur dalam mengungkapkan siapa dirinya. Berikut cara pengungkapan diri yang dapat dilakukan oleh perawat.

  1. Ungkapan informasi tentang diri kita sendiri yang biasa kita sembunyikan.
  2. Ungkapan hal-hal yang menyangkut diri kita yang tidak disadari.
  3. Ungkapan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui orang lain.
  4. Ungkapan informasi tentang diri kita: pikiran, perasaan, dan perilaku.
  5. Ungkapan informasi yang biasa dan secara aktif disembunyikan.
  6. Libatkan minimal satu orang untuk lebih banyak mengungkapkan diri kita (perawat), baik tentang kebaikan, kejelekan, kelebihan, maupun kekurangan.

Klarifikasi nilai (clarification of value )

Perawat melakukan klarifikasi terhadap nilai-nilai yang diyakini yang mendasari sikap dan tingkah lakunya, misalnya nilai kebersamaan, kekeluargaan, religi, kebersihan, keindahan, dan lain-lain.

Eksplorasi perasaan (feeling exploration)

Perawat harus mampu mengekspresikan perasaan secara jujur. Hal ini penting dalam rangka meningkatkan kesadaran kita terhadap perasaan yang disadari atau tidak yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan hubungan dengan klien.

Perawat sebagai model peran (nurses as role model)

Perawat sebagai role model maksudnya adalah perawat harus menjadi contoh yang baik bagi klien. Perawat dengan nilai-nilai yang dimilikinya harus bersikap dan bertingkah laku yang dapat dicontoh secara baik oleh klien. Peran ini harus disadari oleh perawat sehingga perawat harus selalu mengontrol perilakunya.

Berorientasi untuk kepentingan orang lain (altruism)

Perawat harus berorientasi untuk kepentingan orang lain, bukan dirinya sendiri. Perawat dapat meningkatkan kesadaran diri secara terus-menerus untuk menyelami masalah klien dan berpikir untuk selalu berbuat baik kepada klien. Segala aktivitas  yang dilakukan perawat adalah kepentingan kesembuhan klien atau mencapai tujuan yang diinginkan klien.

Ethic dan responsibility

Perawat harus mengedepankan nilai-nilai dan etika yang disadarinya serta menunjukkan tanggung jawab yang tinggi.

Daftar Pustaka Dasar – Dasar Komunikasi Terapeutik

Chitty. 1997. Professional Nursing Practice. St. Louis: Mosby.

DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antarmanusia, penj. Agus Maulana. Jakarta: Professional Book.

Keliat, B.A. 1996. Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Jakarta: EGC.

Kozier dan Erb. 1999. Fundamental of Nursing: Concept and Practice. St. Louis: Mosby.

Stuard, G.W., dan M.L. Laraia. 1998. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. Edisi keenam. St. Louis: Mosby.

Taylor, C.; C. Lillis; dan P. LeMone. 1989. Fundamental of Nursing : The Art and Science of Nursing Care. Philadelphia: J.B. Lippincott.

Penutup

Demikian penjelasan tentang Dasar – Dasar Komunikasi Terapeutik. Semoga artikel Dasar – Dasar Komunikasi Terapeutik dapat membantu dalam memahami Dasar – Dasar Komunikasi Terapeutik. Terima Kasih

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini