Komunikasi Terapeutik Pada Remaja merupakan artikel yang maimelajah.com bahas pada kesempatan kali ini. Masa remaja adalah masa yang sulit. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada  dua situasi yang bertentangan, yaitu berpikir dan berperilaku antara anak dan orang dewasa. Kelompok ini sering mengalami ketegangan karena sulitnya menentukan sikap antara berperilaku anak dengan berperilaku sebagai orang dewasa. Masa ini adalah masa yang penuh konflik dan dilema. Konflik yang terjadi dapat berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam dirinya, sedangkan dilema yang terjadi dapat berhubungan dengan perbedaan nilai, persepsi, atau keyakinan antara dirinya dengan orang dewasa. Komunikasi terapeutik diperlukan saat berinteraksi dengan remaja sehingga para remaja ini menganggap perawat sebagai teman bukan sebagai orangtua atau guru yang menasihati. Tujuannya agar terapi yang dilakukan dapat tepat sasaran.

Perkembangan komunikasi pada remaja

Perkembangan komunikasi pada usia remaja dapat ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat. Pada usia remaja, pola perkembangan kognisinya sudah mulai berpikir secara konseptual mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa, sedangkan secara emosional sudah mulai menunjukkan perasaan malu. Anak usia remaja sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi.

Sehubungan dengan perkembangan komunikasi ini, yang dapat kita lakukan adalah mengizinkan remaja berdiskusi atau curah pendapat pada teman sebaya. Hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi karena akan menimbulkan ketidakpercayaan remaja.

Sikap terapeutik berkomunikasi dengan remaja

Remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Pada masa transisi ini remaja banyak mengalami kesulitan yang membutuhkan kemampuan adaptasi. Remaja sering tidak mendapat tempat untuk mengekspresikan ungkapan hatinya dan cenderung tertekan Hal ini akan dapat mempengaruhi komunikasi remaja terutama komunikasi dengan orang tua atau orang dewasa lainnya.

Terkait dengan permasalahan di atas, dalam berkomunikasi dengan remaja perawat atau orang dewasa lain harus mampu bersikap sebagai “SAHABAT” buat remaja. Tidak meremehkan atau memperlakukan dia sebagai anak kecil dan tidak membiarkan dia berperilaku sebagai orang dewasa. Pola asuh remaja perlu cara khusus. Walau usia masih tergolong anak-anak, ia tak bisa diperlakukan seperti anak kecil. Remaja sudah mulai menunjukkan jati diri. Biasanya remaja lebih senang berkumpul bersama teman sebaya ketimbang dengan orang tua.

Berikut ini sikap perawat, orang tua, atau orang dewasa lain yang perlu diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja.

  1. Menjadi pendengar yang baik dan memberi kesempatan pada mereka untuk mengekspresikan perasaannya, pikiran, dan sikapnya.
  2. Mengajak remaja berdiskusi terkait dengan perasaan, pikiran, dan sikapnya.
  3. Jangan memotong pembicaraan dan jangan berkomentar atau berespons yang berlebihan pada saat remaja menunjukkan sikap emosional.
  4. Memberikan support atas segala masalah yang dihadapi remaja dan membantu untuk menyelesaikan dengan mendiskusikannya.
  5. Perawat atau orang dewasa lain harus dapat menjadi sahabat buat remaja, tempat berbagi cerita suka dan duka.
  6. Duduk bersama remaja, memeluk, merangkul, mengobrol, dan bercengkerama dengan mereka serta sering melakukan makan bersama.

Suasana komunikasi yang kondusif pada remaja

Keberhasilan berkomunikasi dengan remaja dapat dipengaruhi oleh suasana psikologis antara perawat/orang tua/orang dewasa lain dengan remaja.

  1. Suasana hormat menghormati : Orang dewasa akan akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut berpikir dan mengemukakan pikirannya.
  2. Suasana saling menghargai : Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan sistem nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.
  3. Suasana saling percaya : Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan.
  4. Suasana saling terbuka : Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternatif dapat tergali.

Komunikasi verbal dan nonverbal remaja perlu diperhatikan, misalnya ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan nada suara yang memberikan tanda tentang status emosionalnya.

Penerapan komunikasi sesuai tingkat perkembangan remaja

Berkomunikasi dengan anak yang sudah masuk usia remaja (praremaja) sebenarnya lebih mudah. Pemahaman mereka sudah memadai untuk bicara tentang masalah yang kompleks. Dalam berkomunikasi dengan remaja, kita tidak bisa mengendalikan alur pembicaraan, mengatur, atau memegang kendali secara otoriter. Remaja sudah punya pemikiran dan perasaan sendiri tentang hal yang ia bicarakan pada.

Contoh respons yang sering diungkapkan oleh orang tua kepada anaknya yang bisa menyebabkan terputusnya komunikasi adalah mengancam, memperingatkan; memerintah; menilai, mengkritik, tidak setuju, menyalahkan; menasihati, menyelesaikan masalah; menghindar, mengalihkan perhatian, menertawakan; mendesak; memberi kuliah, mengajari; mencemooh, membuat malu; menyelidiki, mengusut; serta memuji, menyetujui.

Perhatikanlah bagaimana penerapan komunikasi terapeutik pada remaja  berikut ini :

Komunikasi terbuka, “Bagaimana sekolahmu hari ini?”, “Apa yang membuatmu merasa senang hari ini di sekolah?”

Komunikasi dua arah, yaitu bergantian yang berbicara dan yang mendengarkan. Jangan mendominasi pembicaraan serta sediakan waktu untuk remaja untuk menyampaikan pendapatnya.

  1. Mendengar aktif artinya tidak hanya sekadar mendengar, tetapi juga memahami dan menghargai apa yang diutarakan remaja. Terima dan refleksikan emosi yang ditunjukkan, misalnya dengan mengatakan, “Ibu tahu kamu merasa kesal karena diejek seperti itu.”
  2. Sediakan waktu yang cukup untuk berkomunikasi dengan remaja. Jika sedang tidak bisa, katakan terus terang daripada Anda tidak fokus dan memutus komunikasi dengan remaja.
  3. Jangan memaksa remaja untuk mengungkapkan sesuatu yang dia rahasiakan karena akan membuatnya tidak nyaman dan enggan berkomunikasi. Anak  remaja sudah mulai memiliki privasi yang tidak boleh diketahui orang lain termasuk orang tuanya.
  4. Utarakan perasaan Anda jika ada perilaku remaja yang kurang tepat dan jangan memarahi atau membentak. Misalnya, “Mama khawatir sekali kalau kamu tidak langsung pulang ke rumah. Kalau mau ke rumah teman, telepon dulu agar Mama tenang.”
  5. Dorong anak untuk mengatakan hal-hal positif tentang dirinya. Misalnya, “Aku sedang berusaha menguasai matematika” daripada “Aku payah dalam matematika”.
  6. Perhatikan bahasa tubuh remaja. Orang tua harus bisa menangkap sinyal-sinyal emosi dari bahasa tubuhnya.
  7. Hindari komentar menyindir atau meremehkan anak. Berikan pujian pada aspek terbaik yang dia lakukan sekecil apapun.
  8. Hindari ceramah panjang dan menyalahkan anak.

Penutup

Demikian penjelasan singkat mengenai artikel Komunikasi Terapeutik Pada Remaja. Terima Kasih

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini